DR HAEDAR NASHIR - Diantara kebaikan pada sahabat Nabi, Tabi-in, Tabi'in-tabi'in, dan para Imam serta ulama terdahulu maupun mukhsinin yang berakhlak mulia ialah kebaikan dalam bertutur kata. Tutur kata bukan sekedar ujaran yang keluar dari lisan, tetapi merupakan pantulan dari hati atau jiwa dan sikap yang bersih sebagai buah dari ihsan. Dari kelaziman yang baik itulah lahir tradisi atau kebiasaan yang baik dalam bertutur kata, yang kemudian dikenal dengan "hifdz al-Lisan", menjaga tutur kata.
Nabi mengajarkan kepada umatnya untuk bertutur kata yang baik dan apabila tidak bisa maka sebaiknya diam. Nabi mengingatkan, "Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah berkata yang baik, atau (apabila tidak bisa berkata baik) hendaklah diam." (HR Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah). Dalam hadist yang lain, beliau bersabda "Orang islam itu ialah orang-orang selamat terhadap sesama muslim lainnya, yakni selamat dari lidahnya dan tangannya." (HR Bukhari dan Muslim).
Islam mengajarkan banyak kemuliaan bagi hidup manusia. Ajaran tentang bertutur kata yang baik dan menghindarkan dari kata yang sia-sia banyak disebut dalam Al-Quran. Diantara ciri orang mukmin ialah menjauhkan diri dari pembicaraan yang sia-sia (QS Al-Mukminun:3).